Suatu hari seorang ibu tua mendatangi Imam Al-Hasan Al-Bashri. Ia baru saja ditinggal mati anaknya yang perempuan. Kepada Al-Hasan Al-Bashri, ia menyampaikan kerinduan mendalam kepada anaknya. Ia merasa kehilangan. Ia ingin mengetahui keadaan si anak. Ia ingin berjumpa dengan anaknya meski dalam mimpi. Al-Hasan Al-Bashri memahami perasaan yang dialami tamu tersebut. Ia kemudian menyarankan si ibu untuk melakukan sembahyang empat rakaat setelah sembahyang Isya.
“Bacalah Surat Alhakumut Takatsur sekali setiap rakaat setelah
pembacaan Surat Al-Fatihah. Lalu berbaringlah. Bacalah shalawat nabi
hingga kau tertidur.” Perempuan itu mendengarkan baik-baik fatwa
Al-Hasan Al-Bashri. Ia segera pulang dan menjalankan fatwa tersebut.
Terjadilah apa yang dikehendaki si ibu. Ia dapat berjumpa dengan anak
perempuannya yang telah meninggal.
Tetapi ia begitu terkejut melihat anaknya terbelenggu dan terpasung dalam siksa kubur. Bangun tidur, ia kembali menemui Al-Hasan Al-Bashri. Ia mengabarkan kondisi anaknya di alam barzakh. Mendengar cerita si ibu, Al-Hasan Al-Bashri pun sempat gelisah dan bimbang sesaat. Al-Hasan Al-Bashri menyarankan tamunya untuk bersedekah yang amalnya dihadiahkan untuk ahli kubur yang dimaksud.
Ibu tersebut pulang. Ia mengikuti saran Al-Hasan Al-Bashri. Benar saja, kondisi anaknya berubah di alam kubur. Tetapi kali ini Al-Hasan Al-Bashri yang justru mimpi bertemu anak perempuan tersebut. Pada malam itu, Al-Hasan Al-Bashri seperti berada di taman surga yang terdapat sofa bagus di dalamnya. Di taman itu Al-Hasan Al-Bashri melihat seorang perempuan muda yang cantik dengan mahkota cahaya di kepala. “Apakah Tuan mengenal saya?” perempuan muda itu menyapa Al-Hasan Al-Bashri. “Tidak.” “Aku putri dari seorang ibu tua yang mengunjungi Tuan.” “Iya, tetapi bukan seperti (sebaik) ini ibumu menceritakan kondisimu,” kata Al-Hasan Al-Bashri terheran. “Tuan benar, kemarin-kemarin keadaanku memang demikian (buruk dan tersiksa).” “Lalu dengan apa kau mendapat kemuliaan seperti ini?” “Di alam barzakh, kami berjumlah 70.000 orang menerima siksa kubur. Tetapi suatu hari ada seorang saleh yang baik hati melewati pemakaman kami.
Ia membaca shalawat nabi sekali dan menghadiahkan pahalanya untuk kami sehingga Allah membebaskan kami dari siksa tersebut melalui keberkahan Rasulullah SAW. Keadaanku sampai berubah (180 derajat menjadi baik) seperti Tuan lihat sekarang,” jawab perempuan tersebut.
Cerita ini dikutip dari Tsimarul Yani‘ah fir Riyadhil Badi‘ah karya Syekh M Nawawi Banten. (Syekh M Nawawi, Tsimarul Yani‘ah, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 92). Wallahu a'lam. Alfatihah
Tetapi ia begitu terkejut melihat anaknya terbelenggu dan terpasung dalam siksa kubur. Bangun tidur, ia kembali menemui Al-Hasan Al-Bashri. Ia mengabarkan kondisi anaknya di alam barzakh. Mendengar cerita si ibu, Al-Hasan Al-Bashri pun sempat gelisah dan bimbang sesaat. Al-Hasan Al-Bashri menyarankan tamunya untuk bersedekah yang amalnya dihadiahkan untuk ahli kubur yang dimaksud.
Ibu tersebut pulang. Ia mengikuti saran Al-Hasan Al-Bashri. Benar saja, kondisi anaknya berubah di alam kubur. Tetapi kali ini Al-Hasan Al-Bashri yang justru mimpi bertemu anak perempuan tersebut. Pada malam itu, Al-Hasan Al-Bashri seperti berada di taman surga yang terdapat sofa bagus di dalamnya. Di taman itu Al-Hasan Al-Bashri melihat seorang perempuan muda yang cantik dengan mahkota cahaya di kepala. “Apakah Tuan mengenal saya?” perempuan muda itu menyapa Al-Hasan Al-Bashri. “Tidak.” “Aku putri dari seorang ibu tua yang mengunjungi Tuan.” “Iya, tetapi bukan seperti (sebaik) ini ibumu menceritakan kondisimu,” kata Al-Hasan Al-Bashri terheran. “Tuan benar, kemarin-kemarin keadaanku memang demikian (buruk dan tersiksa).” “Lalu dengan apa kau mendapat kemuliaan seperti ini?” “Di alam barzakh, kami berjumlah 70.000 orang menerima siksa kubur. Tetapi suatu hari ada seorang saleh yang baik hati melewati pemakaman kami.
Ia membaca shalawat nabi sekali dan menghadiahkan pahalanya untuk kami sehingga Allah membebaskan kami dari siksa tersebut melalui keberkahan Rasulullah SAW. Keadaanku sampai berubah (180 derajat menjadi baik) seperti Tuan lihat sekarang,” jawab perempuan tersebut.
Cerita ini dikutip dari Tsimarul Yani‘ah fir Riyadhil Badi‘ah karya Syekh M Nawawi Banten. (Syekh M Nawawi, Tsimarul Yani‘ah, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 92). Wallahu a'lam. Alfatihah
bagus tingkatkan
BalasHapus