Menengok sejarah hitam Iblis, tatkala ia diusir dari surga dalam
keadaan hina dina, maka ia berkata sebagaimana diceritakan oleh Allah
dalam Al-Qur’an :
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿١٦﴾
ثُمَّ
لآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ
أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ
شَاكِرِينَ ﴿١٧﴾
“Iblis berkata: ‘Karena Engkau (wahai Allah) telah menghukumku
tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (yaitu anak
cucu adam) dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka
dari depan dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau
tidak akan mendapatkan kebanyakan mereka sebagai orang-orang yang
bersyukur’” (Al-A’raf: 16-17)
Dari ayat yang mulia ini, dapat kita ketahui bahwa Iblis dan bala
tentaranya akan senantiasa berusaha dengan segenap tenaganya untuk
menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus serta menghiasi
kemaksiatan hingga tampak indah di mata manusia. Karena tekat dan usaha
Iblis inilah, sangat banyak manusia yang merasakan dirinya susah dan
berat untuk istiqamah di jalan Allah.
Di sini akan disampaikan beberapa perkara yang dapat membantu
seseorang untuk tetap istiqamah di atas jalan Allah serta selamat dari
belitan tipu daya iblis.
﴾إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا (٧٦
“Sesungguhnya tipu daya syaitan adalah lemah.” (An-Nisa’:76)
Di antara perkara yang dapat membantu seseorang untuk istiqamah adalah
- Mengikhlaskan niat saat melakukan amalan-amalan ketaatan
Inilah pintu utama, yaitu pintu yang dapat mengantarkan seseorang
untuk dapat istiqamah dalam hidupnya sehingga ia dapat berjumpa dengan
Allah dalam keadaan bahagia.
Allah berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ﴿١١� ﴾
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
Tuhannya dengan seorangpun dalam melakukan ibadah kepada-Nya”. (Al-Kahfi: 110)
Hendaklah seseorang membersihkan hatinya dari sifat ingin dipuji atau
tujuan-tujuan duniawi saat melakukan amalan-amalan ketaatan kepada-Nya.
Mungkin kita dapatkan orang yang saat berkunjung dan menginap di rumah
temannya, ia begitu semangat dalam membaca Al-Qur’an,
qiyamul lail dan
amalan-amalan ketaatan lainnya Namun ketika ia kembali ke rumahnya,
entah mengapa bacaan Al-Qur’an tidak terdengar lagi dari bibirnya,
demikian pula tidak terdengar lagi percikan air wudhu di sepertiga malam
yang terakhir di rumahnya. Ia telah meninggalkan amalannya…..Ia tidak
dapat istiqamah dalam menjalankan amalan-amalan ketaatan….Kenapa hal itu
bisa terjadi? Hendaklah orang tersebut mengintrospeksi dirinya, yaitu
apakah saat ia membaca Al-Qur’an dan melakukan
qiyamul lail betul-betul
murni untuk Allah ataukah ada niatan-niatan lain di balik ibadahnya?
Hanya Allah kemudian dirinyalah yang tahu bisikan hatinya.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
إِنَّ
أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ
بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ
فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
“Sesungguhnya ada salah seorang di antara kalian yang ia beramal
dengan amalan penduduk surga sampai-sampai jarak antara dirinya dengan
surga hanya tinggal satu jengkal, akan tetapi taqdir telah mendahuluinya
sehingga iapun beramal dengan amalan penduduk neraka, akhirnya iapun
masuk ke dalam neraka.” (HR. Muslim no 4781)
Orang ini adalah orang yang sangat merugi, setiap harinya ia beramal
dengan amalan ketaatan akan tetapi menjelang ajalnya ia tutup amalnya
dengan keburukan dan ia pun menjadi penghuni neraka.
Wal iyadzubillah.
Orang ini tidak istiqamah dalam menjalankan amalan-amalan ketaatan
sampai akhir hayatnya. Kenapa bisa demikian? Apakah rahasianya? Mungkin
saja tatkala ia beramal, niatnya bukan untuk Allah akan tetapi telah
tercampuri dengan tujuan-tujuan lain
walaupun manusia melihatnya sebagai sebuah amalan ketaatan. Namun
Allah yang mengetahui isi hati para hamba-Nya tidak meridhai amalannya
tersebut dan akhirnya Allah tutup amalannya dengan amalan penduduk
neraka
.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ
“Sesungguhnya ada orang yang beramal dengan amalan penduduk surgasesuai yang tampak/terlihat oleh manusia, padahal ia adalah termasuk penduduk neraka.” (HR.Bukhori, no 3885)
- Berdo’a kepada Allah agar diberikan keistiqamahan
Do’a adalah senjata seorang muslim, oleh karena itu hendaklah seorang
muslim banyak berdo’a kepada Allah agar diberikan keistiqamahan. Di
antara do’a yang paling sering dibaca oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku untuk selalu berada di atas agama-Mu” (HR. Tirmidzi, no 2066. Ia berkata: “
Hadits Hasan”)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata,”(Do’a ini) adalah sebagai bentuk pengajaran bahwa diri beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang suci saja masih membutuhkan perlindungan Allah, maka tentunya tingkat kebutuhan dari orang selain beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih layak lagi.” (Fathul Bari, 20/464)
Di antara perkara yang menakjubkan pada diri Rasullullah
shallallhu ‘alaihi wa sallam yang patut kita contoh adalah bahwasanya beliau
shallallhu ‘alaihi wa sallam setiap keluar dari rumahnya membaca do’a,
اللَّهُمَّ
أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ
أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan
disesatkan, dari ketergelinciran dan digelincirkan, dari berbuat dholim
dan didholimi, dari berbuat bodoh dan dibodohi.” (HR. Abu Dawud, no
4430).
Do’a ini amatlah kita butuhkan, mengingat tatkala seorang hamba
keluar dari rumahnya maka ia akan banyak berhadapan dengan syubhat dan
syahwat di lingkungan sekitarnya. Ia juga akan bertemu dengan berbagai
tipe dan jenis manusia, ada tipe yang baik dan tidak jarang pula bertemu
dengan tipe yang buruk yang dapat menyesatkan dan menjauhkan dirinya
dari jalan istiqamah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam saja sebagai orang yang
ma’sum (terjaga
dari dosa) masih mengkhawatirkan dirinya dari perkara-perkara di atas
sehingga membaca do’a ini, maka kita sebagai seorang hamba yang tipis
imannya tentu lebih layak untuk membaca dan mengamalkan do’a ini.
- Menanamkan keyakinan dan mengingat-ingat tentang balasan yang akan diraih bagi orang yang istiqamah
Istiqamah adalah perkara yang membutuhkan perjuangan besar, tentunya
orang yang dapat istiqamah akan mendapatkan balasan yang besar sebagai
balasan atas usaha yang dilakukannya. Allah berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلاَ خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿١٣﴾ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ
خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿١٤﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah
Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka mereka akan dibebaskan
dari rasa takut dan kesedihan. Mereka itulah penghuni-penghuni surga,
mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka
kerjakan.” (Al-Ahqof: 13-14)
Orang yang beriman dan memegang teguh keimanannya, kemudian ia
istiqamah dalam melakukan amalan-amalan ketaatan sebagai konsekuensi
dari keimanannya, maka ia akan mendapatkan pahala yang besar berupa rasa
aman di tiga kehidupan yaitu kehidupan dunia, alam kubur dan kehidupan
akherat. Allahpun akan memasukkannya ke dalam surga yang penuh dengan
kenikmatan dan ia kekal di dalamnya. Apakah ada di antara kita yang
enggan untuk menolak pahala yang besar ini?
- Memilih teman yang baik
Sudah sering kita dengar hadits yang masyhur dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang gambaran teman yang baik dan teman yang buruk, dimana beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpamakan teman yang baik sebagai penjual minyak wangi dan teman yang buruk sebagai tukang pandai besi. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ
وَكِيرِ الْحَدَّادِ لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا
تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ
أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“ Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti
penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Tentang si penjual minyak
wangi, kalau engkau tidak membeli minyak wanginya maka engkau akan
medapatkan bau wanginya. Adapun tentang si tukang pandau besi, kalau
engkau atau bajumu tidak terbakar maka engaku akan mendapatkan bau yang
tidak enak.” (HR. Bukhori, no 1959)
Teman yang baik akan membantu kita untuk dapat istiqamah di jalan
Allah, namun sebaliknya teman yang buruk akan menggelincirkan kita dari
jalan istiqamah dan bahkan justru dapat mencelakakan kita. Terdapat
kisah yang sangat menarik dari detik-detik kematian paman Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Abu Thalib. Kisah ini menggambarkan betapa bahayanya apabila seseorang berteman dengan teman-teman yang buruk.
لَمَّا
حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ وَعَبْدَ
اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ فَقَالَ أَيْ عَمِّ قُلْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ أَتَرْغَبُ
عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيُعِيدَانِهِ بِتِلْكَ
الْمَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ عَلَى
مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ
“Tatkala menjelang kematian Abu Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdatang
kepadanya. Ternyata di samping Abu Thalib sudah ada Abu Jahal dan
Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Nabi-pun berkata kepada Abu
Thalib, “Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaha illallah, yaitu sebuah kalimat yang dapat aku jadikan hujjah untuk
membantumu di sisi Allah. Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah segera
menimpali seraya berkata, “(Wahai Abu Thalib), Apakah engkau membenci
agamanya Abdul Muthalib (yaitu agama kesyirikan, pen)?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
mengulangi ucapannya, akan tetapi mereka berdua (yaitu Abu Jahal dan
Abdullah bin Abi Umayyah) juga selalu menimpali dan mengulag-ulang
ucapannya hingga akhir dari ucapan Abu Thalib adalah sebagaimana ucapan
Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah dan ia enggan untuk mengucapkan laa ilaha illallah.” (HR. Bukhari, no 4399).
Abu Thalib betul-betul menjadi orang yang sangat rugi karena berteman
dengan teman yang buruk yaitu Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah,
karena mereka berdua telah menjadi sebab kecelakaan, kehancuran dan
kebinasaan dirinya di akherat. Abu Thalib dalam hidupnya banyak bergaul
dengan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebaik-baik makhluk
yang paling layak untuk dijadikan teman dan kekasih, akan tetapi di
samping itu dia juga bergaul dengan teman-teman yang buruk yaitu Abu
Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah. Ternyata pergaulan dan
persahabatannya dengan teman yang buruk ini menjadi sebab kehancuran
dirinya. Sungguh malang dan tragis nasib Abu Thalib……..
- Banyak membaca sirah (perjalanan hidup) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang shalih.
Berdasarkan realita, seseorang akan banyak terpengaruh oleh
perkara-perkara yang sering dilihat dan didengarnya. Ketika seseorang
menjadikan cemilan sehari-harinya adalah gosip para artis dan kehidupan
glamour mereka,
maka sadar atau tidak sadar perilaku para artis tersebut akan banyak
membekas dan mempengaruhi gaya hidupnya. Hidup gak mau repot, serba
instan serta “
yang penting gue senang” ibarat telah menjadi
icon khusus bagi mereka. Orang-orang seperti ini sangat susah diharapkan untuk istiqamah di jalan ketaatan.
Boro-boro untuk
istiqamah di jalan ketaatan, untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan
saja mungkin terasa berat bagi jiwa mereka. Menuntut ilmu syar’i, shalat
berjama’ah, menundukkan pandangan terhadap lawan jenis, berhias diri
dengan sifat qana’ah, sabar dalam menghadapi cobaan hidup adalah
merupakan contoh-contoh amalan ketaatan yang kedengarannya amat mustahil
bagi orang-orang yang berpaham
artisme (bergaya hidup seperti artis) seperti ini, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah.
Sebaliknya, orang yang banyak menbaca sirah Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang sholih akan menemukan kunci-kunci jalan menuju istiqamah. Ketika seseorang ditimpa
futur sindrom (penyakit melemahnya iman yang merupakan musuh dari istiqamah) sehingga terasa malas baginya untuk menjalankan
qiyamul lail, maka saat ia membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang rajin dalam menjalankan
qiyamul lail hingga
bengkak kakinya. Ketika seseorang merasakan jiwanya malas untuk
berdzikir dan berat untuk banyak memohon ampun kepada Allah, maka saat
ia membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallamternyata didapatkan bahwa beliau adalah orang yang ber
istighfar dan
bertaubat kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari. Ketika
seseorang merasa terkucilkan di tengah keluarga, kerabat dan masyarakat
di sekitarnya karena menjalankan syari’at islam, maka saat ia membaca
perjalanan hidup Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata
didapatkan bahwa beliau adalah orang yang dimusuhi oleh kerabat dekatnya
dan bahkan beliau diusir oleh kaumnya dari kampung halaman yang ia
cintai yaitu Makkah. Ketika seseorang merasakan sesak dadanya ketika
banyak dicela dan dimusuhi dalam berdakwah di jalan Allah, maka saat ia
membaca perjalanan hidup Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata
didapatkan bahwa beliau adalah orang yang pernah mengalami ancaman dan
usaha pembunuhan, pernah dilempari batu, pernah diletakkan kotoran di
atas punggungnya, pernah difitnah sebagai tukang sihir, pernah dijuluki
sebagai orang gila dan lain-lain.
Dengan banyak membaca perjalanan hidup kekasih Allah, Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam maka
seseorang akan semakin terpacu untuk memegang erat Agama Islam yang
lurus ini, istiqamah dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya serta akan
menyadari betapa kecilnya cobaan yang menimpa dan dialaminya
dibandingkan dengan yang dialami oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah beberapa perkara yang dapat membantu seorang hamba untuk dapat istiqamah di jalan Allah, mudah-mudahan bermanfaat.
﴾رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ ﴿٨
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi
(karunia)”. (Ali-Imran: 8)
Oleh : Ust. Ibnu Ali